Sejarah Candi Jiwa
Karawang sebagai salah satu kota di pesisir utara Jawa Barat
selama bertahun-tahun telah dikenal sebagai lumbung beras nasional,
Namun sebenarnya prestasi kota ini tidak sekadar sebagai penghasil beras
semata. Pada zaman perang kemerdekaan, kota ini mengukir sejarah ketika
sekelompok pemuda mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia dengan membawa Soekarno Ke Rengas
Dengklok. Dan hasilnya, sehari setelah peristiwa tersebut Soekarno
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Kini rumah ketika Soekarno pernah diungsikan tersebut masih dapat
ditemukan tidak jauh dari pasar Rengas Dengklok. Dalam perkembangannya
ternyata Karawang juga menyimpan potensi sumberdaya arkeologi yang
sangat besar sejak masa prasejarah, klasik sampai masa Islam tumbuh dan
berkembang di Jawa Barat. Dua situs dari masa klasik yakni Batujaya dan
Cibuaya, sampai saat ini setidaknya memiliki 30 buah lokasi yang diduga
merupakan bangunan candi dari masa Kerajaan Tarumanagara sampai Sunda.
Satu jumlah yang berlum tertandingi oleh daerah lain di Jawa Barat dan
tentu tidak berlebihan jika Karawang mendapat julukan sebagai Lumbung
Candi di Jawa Barat.
Candi Jiwa
Candi
Jiwa yang dikenal sebagai Unur Jiwa, terletak di tengah areal
persawahan berupa gundukan tanah yang berbentuk oval setinggi 4 meter
dari permukaan tanah. Bangunan yang berukuran 19 x 19 meter dengan
tinggi 4,7 meter ini tidak mempunyai tangga masuk dan di bagian
permukaan atas terdapat susunan bata yang melingkar dengan garis tengah
sekitar 6 meter yang diduga merupakan susunan dari bentuk stupa. Nama
Candi Jiwa diberikan penduduk karena setiap kali mereka menambatkan
kambing gembalaannya di atas reruntuhan candi tersebut, ternak tersebut
mati. Candi yang ditemukan di situs ini seperti candi Jiwa, struktur
bagian atasnya menunjukkan bentuk seperti bunga padma (bunga teratai).
Pada bagian tengahnya terdapat denah struktur melingkar yang sepertinya
adalah bekas stupa atau lapik patung Buddha. Pada candi ini tidak
ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha
di atas bunga teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas
air. Bentuk
seperti ini adalah unik dan belum pernah ditemukan di Indonesia. Ketika
umat Budha melakukan ritual ditempat ini mereka mengitari candi jiwa
seturut dengan perputaran arah jarum jam.
Bangunan candi Jiwa tidak terbuat dari batu, namun dari lempengan-lempengan batu bata. Pada masa lampau, masyarakat membuat batu bata dengan menggunakan kayu sebagai media bakarnya, itulah yang membedakan batu bata pada masa lampau yang lebih terlihat gosong dibandingkan dengan batu batu masa sekarang yang dibakar menggunakan oven, walaupun suhu bakaran kedua-duanya berkisar 45 derajat celcius. Dan yang menjadi keunikan, batu bata didaerah batujaya itu berukuran sangat besar dibandingkan dengan ukuran batu bata di daerah Jakarta dan sekitarnya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA :)
sumber;wikipediea
0 Response to "Sejarah Candi Jiwa"
Post a Comment